Kamis, 29 November 2007

upaya sertifikasi tentang guru yang ada diindonesia

saya paham bahwa sertifikasi dapat digunakan untuk mengukur kompetensi, tapi saya tidak melihat adanya program untuk memberikan atau meningkatkan kompetensi dari guru. bukanlah sebelum ada sertifikasi sang guru diberi ilmu yang akan diuji dulu?

kalau hanya sekedar memberi sertifikasi (tanpa ada program untuk meningkatkan kualitas) kemudian berharap kualitas pendidikan akan naik, maka kita tidak boleh berharap terlalu banyak. logikanya ini seperti hanya memberikan ujian (tanpa mengajari/membimbing siswa) dan berharap bahwa kualitas siswa naik. nggak nyambung. apakah kita demikian naifnya berfikir bahwa masing-masing (baik guru/siswa) mau usaha-usaha sendiri untuk meningkatkan kompetensi mereka.

guru wajib memenuhi kualifikasi dan sertifikasi paling lama 10 tahun sejak berlakunya UU ini. jika tidak terpenuhi maka guru harus berhenti mengajar. tampaknya, sertifikasi akan dijadikan senjata pamungkas oleh pemerintah untuk menjawap persoalan mutu dan kesejahteraan guru diindonesia. dengan mengantongi "selembar kertas" sertifikat pendidikan guru diyakini akan terdongkrak profesionalismenya dan otomatis terdongkrak pula kesejahteraannya, karena akan menerima tunjangan profesi sebesar satu kali gaji pokok guru negeri.

kita bisa membayangkan pula persoalan tetek bengek birokrasi yang harus mereka urus untuk memperoleh ijin pendidikan dan biaya pendidikan dari pemerintah yang tak kunjung datang. program sertifikasi bukan tanpa masalah. jika pada tahun 2008 nanti guru yang berkualifikasi S-1 mencapai lebih banyak dari tahun yang lalu, sedangkan untuk mengikuti program sertifikasi pada tiap tahunnya rata-rata hanya 200.000 guru. maka progaram ini baru akan selesai tujuh tahun kemudian. dapat dibanyangkan perlakuan tidak adil selama enam tahun akan diterima oleh guru yang memperoleh sertifikasi ditahun keenam dan ketujuh.

Tidak ada komentar: